JA . com,
Padang Panjang ( Sumatera Barat) - Berangkat dari sebuah puisi, berjudul “
Baromban”, sebuah daerah telah menjadi kawasan
pertambangan di Kota Payakumbuh. Setelah
dikolaborasikan dengan sebuah buku berjudul “ Mitos Pertambangan” menjadi
inspirasi kelompok theatre Indonesia Performance Sindycat (IPS) Institut Seni
Indonesia (ISI) Padangpanjang, menjadi
sebuah pertujukan seni theatre berjudul
“ Baromban dan Mitos Pertambangan”.
Pertunjukan
yang dilakoni oleh tiga pemain theatre di gedung pertujukan jurusan Theatre ISI itu, Senin (1/1) kemarin, membuat suasana hening
ketika tiga pemain mulai menjalani peranannya
masing masing, sambil mengeluarkan bunyi
unik dari pipa paralon sebagai poperti yang digunakan.
Hentakan
kaki perlahan melangkah seiring alunan musik dalam setiap gerakan yang
mengambarkan sebuah situasi hiruknya pekerjaan masyarakat sebagai kuli tambang di Baromban.
Tiga
lakon berpakaian galembong hitam, terus mengusung pipa paralon sambil bernyanyi diiringi suara suara unik yang membuat
bulu roma merinding.
Pertujukan Barombang dan Mitos Pertambangan, merupakan
gambaran dari perlawanan terhadap mitos pertambangan dalam konteks peningkatan
kesejahateraan masyarakat di lingkungan setempat. Hal itu diungkapkan Sutradara
Baromban ,Wendy HS, yang menggambarkan
proses penambangan pasir di salah satu daerah di Sumbar itu.
Banyak
pertambangan disejumlah daerah di Indonesia yang menjanjikan sebuah
kesejahteraan masyarakat. Namun, terbukti tidak memberikan manfaat terhadap
kesejahateraan masyarakat sekitar.
“Karya
ini yang nantinya akan ditampilkan pada 11 Maret di Galeri Indonesia Kaya (GIK)
mendatang setelah menyisihkan tiga ratusan kelompok theater, merupakan program
Bhakti Budaya Dajrum Foundation-Garin Workshoop. Merupakan gabungan isnpirasi
yang terdapat dalam puisi Iyut Fitra dan buku Mitos Pertambangan. Diharapkan
penampilanan ini memberikan makna terhadap pihak-pihak berkompenten terkait
fenomena pertambangan,” ujar Wendy dalam presentasinya di hadapan mentor
seniman senior , Nano Riantiarno.
Pada
kesempatan tersebut, Nano mengatakan, karya yang dilahirkan kelompok lintas
komunitas seni di ISI Padangpanjang tersebut sangat luar biasa. Dalam berbagai
sisi, IPS mampu mengekslpore sesuatu yang tidak perfikirkan orang lain. Salah
satunya penciptaan musical yang mampu membawa emosional dan imajinasi penonton
tentang perihal yang diangkat melalui pertunjukkan tersebut.
“Meski
masih dalam tahapan 30 persen, Baromban dan Mitos Pertambangan yang ditampilkan
IPS ini sudah sangat bagus. Khususnya kemampuan yang dihasilkan melalui musical
internal, saya rasa sudah sangat tepat. Tinggal lagi mengkaji kemungkinan
kesesuaian dengan ruang pertunjukkan di tempat lainnya,” ucap Nano seraya menyampaikan Baromban dan Mitos Pertambangan warna baru di dunia Pertunjukan.
Sementara
Vita sebagai Koordinator Ruang Seni Pertunjukkan Indonesia yang ditunjuk Djarum
Foundation selaku mediator mentoring, menyebut kelompok theatre IPS merupakan
satu dari 10 dari seluruh Indonesia yang lolos seleksi menerima ibah dari
Djarum sebesar Rp25 juta.
“IPS
akan kembali diberikan mentoring pada Januari mendatang, diharapkan mampu
memberikan performan terbaik mereka. Sama seperti momen ini, kami bersama
mentor akan mengkaji kelemahan IPS, dan akan didatangkan mentor sesuai
kebutuhan mereka,” tutur Vita.( rj)