Pemerintah Gencarkan Prinsip "5R"
JA.com, Jakarta-- Pada periode tahun 2010-2017, sebanyak 614 perusahaan industri telah menerima penghargaan industri hijau. Penghargaan industri ini sifatnya partisipatif dan tidak dipilih oleh pemerintah. Dapat diikuti oleh industri kecil, menengah dan besar.
Untuk itu pemerintah sedang gencar menggalakkan konsep circular economy di berbagai aspek kehidupan. Berbeda dengan linear economy yang menganut prinsip take-make-dispose, prinsip utama dalam konsep circular economy adalah Rethink, Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery/Repair, yang lebih dikenal dengan “5R”.
“Prinsip 5R dapat dilakukan melalui pengurangan pemakaian material mentah dari alam (reduce) melalui optimasi penggunaan material yang dapat digunakan kembali (reuse) dan penggunaan material hasil dari proses daur ulang (recycle) maupun dari proses perolehan kembali (recovery) atau dengan melakukan perbaikan (repair),” jelas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara di Jakarta, Sabtu (16/6/2018).
Dengan demikian, material mentah dapat digunakan berkali-kali dalam berbagai daur hidup produk. Sehingga ekstraksi material mentah dari alam jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan linear economy. “Selain itu, timbulan limbah akibat proses dispose dapat dikurangi melalui upaya reuse, recycle dan recovery limbah yang masih memiliki value atau nilai,” imbuhnya.
Ngakan menilai, besarnya kontribusi industri pengolahan dalam ekonomi nasional, diharapkan sektor manufaktur ini menjadi leading sector dan memberikan dampak luas dalam mentransformasi ekonomi nasional menuju circular economy.
“Saat ini, industri pengolahan masih menjadi pilar penting bagi ekonomi nasional. Pada kuartal pertama tahun ini, industri pengolahan merupakan kontributor terbesar Produk Domestik Bruto (PDB), dengan share mencapai 20,2 persen terhadap total PDB nasional,” ungkapnya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Kementerian Perindustrian telah melaksanakan program industri hijau. “Industri hijau merupakan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian,” kata Ngakan.
Dalam Undang-Undang tersebut, industri hijau didefinisikan sebagai industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan Industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
“Penerapan industri hijau dapat dilakukan melalui efisiensi penggunaan sumber daya, penerapan teknologi rendah karbon, penerapan 3R hingga 5R, minimisasi limbah dan menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK),” lanjutnya.
BPPI Kemenperin melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup (Puslitbang IHLH) terus mendorong industri manufaktur nasional untuk menerapkan industri hijau melalui beberapa program, salah satunya adalah Sertifikasi Industri Hijau.
Sertifikasi Industri Hijau adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap perusahaan industri dalam pemenuhan Standar Industri Hijau (SIH). SIH merupakan acuan para pelaku industri dalam melakukan proses industrinya sesuai dengan prinsip industri hijau.
“Di dalam SIH, memuat batasan mengenai aspek teknis dan aspek manajemen. Aspek teknis terdiri dari bahan baku, energi, air, proses produksi, produk, limbah, dan emisi GRK. Sedangkan batasan aspek manajemen terdiri dari kebijakan dan organisasi, perencanaan strategis, pelaksanaan dan pemantauan program, tinjauan manajemen, tanggung jawab sosial perusahaan dan ketenagakerjaan yang bertujuan untuk mewujudkan industri yang berkelanjutan,” paparnya.
SIH diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Industri Hijau (LSIH) baik yang berada di bawah Kemenperin maupun LSIH swasta. Hingga saat ini, tercatat 14 LSIH telah ditunjuk oleh Kemenperin melalui Peraturan Menteri Perindustrian nomor 41 tahun 2017 tentang LSIH. Perusahaan industri dapat langsung mengajukan permohonan kepada LSIH sesuai dengan ruang lingkupnya.
“Guna meningkatkan awareness perusahaan terhadap industri hijau dan untuk menyosialisasikan SIH, Kemenperin meluncurkan program bantuan SIH sejak tahun 2017,” ujar Ngakan.
Program bantuan tersebut telah menyasar kepada kelompok industri semen portland, pupuk tunggal buatan hara makro primer, karet remah (crumb rubber), pengasapan karet (ribbed smoked sheet/RSS), dan pengolahan susu bubuk. Untuk penyelenggaraan kegiatan bantuan SIH pada tahun 2018, diproyeksi ada 16 perusahaan industri yang akan tersertifikasi sebagai industri hijau.
Selain mengembangkan skema SIH, langkah strategis yang juga dilakukan Kemenperin adalah melalui pemberian penghargaan industri hijau dalam rangka meningkatkan produktivitas dan daya saing. Sejak tahun 2010, Kemenperin telah memberikan Penghargaan Industri Hijau (Green Industry Award) kepada industri yang telah menerapkan pola-pola penghematan sumber daya, termasuk penggunaan bahan baku dan energi terutama energi yang ramah lingkungan serta terbarukan.
Melalui kegiatan ini, diharapkan perusahaan industri dapat mulai melakukan sinkronisasi kebijakan perusahaan dengan prinsip industri hijau sebagai tahapan awal menuju penerapan SIH melalui skema sertifikasi industri hijau. Pada tahun 2018, Kemenperin telah membuka kembali pendaftaran untuk Penghargaan Industri Hijau dengan menargetkan sebanyak 100 perusahaan industri.