Industri Baja Domestik Penuhi Kebutuhan Sektor Otomotif
JA.com, Cilegon--Industri baja di Indonesia semakin memperkuat struktur manufakturnya, karena tidak hanya memasok untuk sektor konstruksi, tetapi kini telah mampu memenuhi kebutuhan sektor otomotif. Langkah ini diyakini dapat mendorong industri baja domestik menjadi sektor yang diperhitungkan di kancah dunia melalui kemampuan teknologi dan kualitas produknya yang bersaing.
“Sebagian besar produsen kendaraan di Indonesia telah memakai baja dan komponen lokal. Hal ini juga memacu pengoptimalan terhadap tingkat kandungan dalam negeri (TKDN),” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Harjanto mewakili Menteri Perindustrian pada Peresmian pabrik Galvanizing, Annealing and Processing Line (GAPL) PT. Krakatau Nippon Steel Sumikin (KNSS) di Cilegon, Banten, Selasa (7/8/2018).
Menurut Harjanto, produk baja yang cukup banyak digunakan di sektor otomotif adalah jenis Hot Rolled Steel Coil (HRC), Cold Rolled Steel Coil (CRC), dan Galvanized Steel. Untuk itu, dengan beroperasinya pabrik PT. KNSS yang akan memproduksi CRC dan Galvanized Steel dengan kapasitas sebesar 480.000 ton per tahun, diharapkan terus mengurangi produk impor serupa.
“Jadi, adanya pabrik ini akan memberikan keuntungan dan dampak positif bagi perekonomian nasional melalui penghematan devisa dari substitusi impor, peningkatan pendapatan pajak, serta penggunaan bahan baku dan tenaga kerja lokal. Selain itu, mendorong pembangunan dan penguatan industri hilir di dalam negeri,” paparnya.
Nilai investasi PT KNSS mencapai USD300 juta dengan target penyerapan tenaga kerja sebanyak 280 orang. Kemenperin memberikan apresiasi atas kerja sama antara PT. Krakatau Steel dengan Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation, yang telah terjalin sejak 2012 atau enam tahun lalu.
Pada kesempatan tersebut, Harjanto menyebutkan, Kemenperin telah memiliki program dan kebijakan strategis dalam peningkatan daya saing industri baja domestik. Upaya yang dilakukan, di antaranya implementasi industri 4.0 agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Langkah ini juga menjadi kunci mendongkrak nilai tambah dan industri hilir yang berteknologi tinggi untuk kompetitif di global.
Selanjutnya, menyediakan pendidikan dan pelatihan yang link and match dengan dunia industri saat ini. “Kami juga menerapkan persyaratan konten lokal dalam proyek infrastruktur serta mengembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk baja,” ungkap Harjanto. Saat ini, terdapat 28 SNI wajib untuk produk baja dalam rangka meningkatkan kualitas dan keamanan di industri baja domestik.
Direktur KNSS Djoko Muljono menyampaikan, sebagai produsen penghasil baja otomotif terkemuka di Indonesia dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional, KNSS berkomitmen mendukung kemajuan industri baja di Indonesia. “Melalui tekhnologi canggih, KNSS akan menghasilkan lembaran baja berkualitas dan bermutu tinggi untuk menghadapi kebutuhan mobil berstandar tinggi,” ujarnya.
KNSS pun optimis bahwa produk-produk yang dihasilkan akan dapat diterima baik oleh pasar domestik maupun luar negeri. “Kehadiran KNSS diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi industri otomotif di Indonesia,” imbuh Djoko.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah bertekad untuk melindungi pasar industri baja di dalam negeri dari serbuan produk impor seiring dengan peningkatan kapasitas produksi di tingkat global. Untuk itu, diperlukan upaya sinkronisasi kebijakan yang berpihak kepada industri baja nasional mengingat potensi pasar domestik yang masih prospektif ke depannya.
“Apalagi, sebagai komponen dasar pertumbuhan ekonomi di setiap negara, industri baja disebut sebagai the mother of industries yang merupakan tulang punggung bagi aktivitas sektor industri lainnya, seperti permesinan dan peralatan, otomotif, maritim, serta elektronik,” tuturnya.
Kemenperin mencatat, kebutuhan crude steel (baja kasar) nasional saat ini hampir mencapai 14 juta ton, namun baru bisa dipenuhi produksi crude steel dalam negeri sebanyak 8-9 juta ton per tahun, sisanya dipasok dari China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, India, dan lain-lain.
Oleh karena itu, Kemenperin semakin memacu peningkatan kapasitas produksi industri baja nasional. “Produksi industri baja dalam negeri terus dioptimalkan dan diarahkan pada pengembangan produk khusus bernilai tambah tinggi, sehingga kita tidak perlu lagi impor,” tegas Airlangga.
Kemenperin pun mendorong percepatan pembangunan klaster industri baja, misalnya di Cilegon, Banten yang ditargetkan dapat memproduksi hingga 10 juta ton baja pada tahun 2025. Selain itu, klaster industri baja di Batulicin, Kalimantan Selatan dan Morowali, Sulawesi Tengah.