RI-Malaysia Kembangkan Industri Otomotif yang Kompetitif
JA.com, Jakarta--Indonesia dan Malaysia sepakat untuk berkolaborasi dalam upaya pengembangan industri otomotif yang kompetitif di pasar ASEAN. Upaya ini sekaligus memperdalam struktur manufaktur dan melengkapi kebutuhan komponen di kedua negara.
“Indonesia bersama Malaysia ingin menjadi pelopor di ASEAN, karena kita menyadari bahwa ASEAN merupakan satu kekuatan ekonomi yang cukup besar,” kata Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan di Jakarta, Jumat (10/8/2018).
Langkah sinergi kedua negara tersebut ditandai melalui pertukaran Memorandum of Agreement (MoA) antara Presiden Institut Otomotif Indonesia (IOI) I Made Dana Tangkas dengan CEO Malaysia Automotive Institute (MAI) Dato Mohamad Madani Sahari yang disaksikan oleh Menteri Perdangangan dan Industri Internasional Malaysia Darell Leiking dan Dirjen KPAII Kemenperin. Pada kesempatan itu, Dirjen KPAII juga melakukan pertemuan dengan Menteri Darell Leiking.
Putu menyebutkan, kerja sama yang akan dilakukan meliputi pengembangan kompetensi sumber daya manusia, penguatan rantai pasok, peningkatan daya saing industri komponen serta melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D). “Kami memberikan apresiasi kepada IOI dan MAI untuk memacu industri otomotif bersama,” tuturnya.
Menurut Putu, Indonesia dan Malaysia memliki kekuatan bersama dengan tersedianya jumlah 2000 industri komponen. Mereka telah siap menghasilkan produk bernilai tambah tinggi guna mendukung industri otomotif seusai tren global dan selera konsumen saat ini. “Jadi, diharapkan nantinya, membuat komponen bersama yang kritikal dan nonkritikal untuk diproduksi dan dipasarkan di ASEAN,” ujarya.
Apalagi, ASEAN menjadi salah satu pasar yang potensial untuk memasarkan produk kendaraan. “Dengan populasi yang sangat besar hingga mencapai 650 juta jiwa, menjadi potensi market khususnya bagi industri otomotif,” imbuhnya.
Putu menjelaskan, Pemerintah Indonesia tengah fokus memacu pengembangan dan daya saing industri otomotif. Pasalnya, sektor ini menjadi satu dari lima industri yang akan menjadi pionir dalam penerapan revolusi industri generasi keempat sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Bentuk dukungan kebijakannya, antara lain pemberian insentif berupa tax holiday dan tax allowance untuk investasi baru atau perluasan dalam rangka menarik investasi dan membina industri nasional,” ungkap Putu. Di samping itu, akan dikeluarkan pengurangan pajak penghasilan di atas 100 persen atau super deductible tax untuk perusahaan yang melakukan kegiatan R&D dan pendidikan vokasi.
“Kami juga menetapkan kebijakan untuk lokalisasi komponen utama kendaraan listrik sepertibaterai, inverter, motor listrik dan peralatan pengisian daya. Selain itu, kami mempromosikan pemakaian atau penggunaan renewable energy seperti biofuel, biodiesel, dan bio ethanol,” paparnya.
Kemenperin menargetkan, produksi kendaraan di Indonesia akan mencapai 1,5 juta unit pada tahun 2020 dan naik menjadi 4 juta unit di tahun 2035. Sedangkan target untuk ekspor kendaraan pada tahun 2020 sebanyak 250 ribu unit dan meningkat 600 persen di tahun 2035 sehingga menjadi 1,5 juta unit.
Sementara itu, sesuai peta jalan pengembangan industri otomotif nasional, pada tahun 2020 sebesar 10 persen dari 1,5 juta mobil yang diproduksi di dalam negeri adalah golongan kendaraan beremisi karbon rendah atau low carbon emission vehicle (LCEV). Kemudian, di tahun 2035, dibidik naik sampai 30 persen saat produksi mencapai 4 juta unit mobil.
Presiden IOI I Made Dana Tangkas menyampaikan, IOI dan MAI mendorong joint venture antara perusahaan komponen otomotif di Indonesia dan Malaysia agar dapat memenuhi kebutuhan principal yang banyak berada di kedua negara. Selain itu, bakal menginisiasi terbentuknya ASEAN Automotive Institute Federation. “Hal ini agar kita bisa mengelola pasar ASEAN dengan mandiri,” ujarnya.
Dengan kekuatan industri komponen kedua negara, industri otomotif bisa mengenal konten ASEAN untuk kendaraan dari total komponen yang diproduksi oleh negara ASEAN. “Sekarang minimal di masing-masing negara local content 40 persen, kalau dijumlah bisa mencapai 100 persen sehingga bisa disebut ASEAN content. Jadi, dari sini, mobil ASEAN bisa dibangun,” tuturnya.
Menteri Perdagangan dan Industri Internasional Malaysia Darell Leiking menyampaikan, gagasan mobil ASEAN disampaikan oleh Perdana Menteri Mahathir Mohamad. Melalui kerja sama institut otomotif kedua negara, diharapkan ada perluasan pasar bagi vendor-vendor kedua negara. Menteri Leiking menambahkan, hasil dari kerja sama ini ditindaklanjuti menjadi sesuatu yang terukur.
CEO MAI Dato Mohamad Madani Sahari menambahkan, kedua belah pihak akan mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang bisa melakukan kerja sama dan didorong untuk memproduksi komponen untuk kendaraan internal combustion engine (ICE), kemudian melakukan riset bersama untuk mempelajari semua teknologi baru, seperti kendaraan listrik atau hybrid.
“Hasil riset itu bisa digunakan oleh perusahaan yang ikut joint venture dengan didukung pula pada pengembangan SDM dan supply chain untuk perusahaan joint venture tersebut,” jelasnya. Madani meyakini, kemampuan industri komponen kedua negara sudah mencapai 90 persen.
“Kami juga ingin adanya kerja sama mengenai biofuel karena sawit merupakan komoditas penting untuk kedua negara. Tidak menutup kemungkinan kerja sama dilakukan dengan negara ASEAN lain seperti Thailand atau Filipina. Diharapkan joint venture ini dapat memproduksi kendaraan sendiri,” imbuhnya.