JA.com,
Limapuluh Kota (Sumatera Barat)
Kabupaten Limapuluh
Kota termasuk daerah dengan kejadian gigitan hewan penular rabies yang tinggi
dengan rata-rata kasus gigitan sebanyak 300-an kasus pertahun. Namun, sejak
tahun 2014 hingga sekarang, daerah ini cukup berhasil menghindari terjadinya
kasus rabies pada manusia.
“Alhamdulillah, sejak
tahun 2014 hingga kini di Kabupaten Limapuluh Kota tidak ada lagi kasus rabies
pada manusia. Tetapi kita harus tetap mewaspadai kasus gigitan hewan dan
penularan penyakit mematikan tersebut,” ungkap Kadis Kesehatan Kabupaten
Limapuluh Kota melalui Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) dr. H. Erdison didampingi Kasi
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Fahrul Rozi, S.KM dan petugas
pengelola rabies daerah setempat kepada wartawan di Sarilamak, Rabu (15/5).
Terkait dengan kasus
gigitan hewan tersebut, ujar Erdison, pihak Dinas Kesehatan telah melakukan
berbagai kegiatan yang diantaranya membuat dan menyebarkan media yang
menginformasikan tentang rabies seperti buku saku petunjuk teknis
penatalaksanaan kasus gigitan hewan penular rabies di Indonesia. Disamping itu
juga melakukan penyuluhan dan sosialisasi ke tengah masyarakat, serta membuat program
nagari peduli penyakit menular.
“Selain penyebaran buku
dan penyuluhan, untuk melindungi masyarakat dari resiko terjangkit rabies ini
kita juga telah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2013 tentang
Pengendalian dan Pemberantasan Rabies,” papar Erdison.
Dikatakan, sesuai
prosedurnya setiap kasus gigitan hewan penular rabies harusnya dilaporkan
kepada petugas kesehatan dan pos kesehatan hewan (Pos Keswan) terdekat untuk
berikutnya diberikan penanganan sesuai prosedur tetapnya. Namun sebelumnya,
korban gigitan diharapkan segera mencuci luka gigitan denga n air mengalir dan
memakai sabun. Sedangkan untuk hewannya
akan ditangani petugas Pos Keswan.
“Setiap kasus gigitan hewan itu belum tentu
rabies dan tidak harus diberikan Vaksin Anti Rabies (VAR). Pemberian VAR
melihat lokasi luka. Apabila lokasi luka beresiko tinggi, maka harus segera dilakukan
VAR. Sementara jika lokasi lukanya berisiko rendah dan hewannya dapat ditangkap
serta diobservasi, tidak perlu langsung diberikan VAR,” terang Erdison.
Bagi warga miskin dan yang mempunyai jaminan
kesehatan seperti BPJS, sela Fahrul Rozi, bisa mendapatkan VAR secara gratis di
Puskesmas dengan mengikuti prosedur yang berlaku. Artinya, warga tidak harus
membeli dan membiayai sendiri VAR tersebut.
“Bagi warga miskin yang tidak memiliki BPJS, bisa
menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan wali nagari.
Jadi tidak ada VAR yang harus dibeli sendiri oleh warga jika melalui prosedur,”
jelas Fahrul.
Lebih lanjut Erdison menghimbau para pemilik
hewan penular rabies seperti anjing, kucing, kera dan lainnya, agar melakukan
vaksin secara berkala. Kalau ada kasus gigitan, hewannya jangan langsung
dibunuh, melainkan segera laporkan kepada petugas Pos Keswan.
“Kita menghimbau masyarakat tidak perlu terlalu
cemas dan panik, bila ada gigitan beresiko rendah masih ada waktu selama 14
hari untuk observasi. Yang paling penting dilakukan adalah segera cuci luka
gigitan dengan air mengalir memakai sabun dan segara bawa ke petugas kesehatan
dan juga dilaporkan kepada petugas Pos Keswan,” ulang Erdison. (gun)