JA.com, Solok Selatan (Sumatera Barat)--Kabupaten Solok Selatan (Solsel) akhirnya lepas dari status tertinggal yang melekat sejak mekar dari Kabupaten Solok pada 2004 lalu.
Secara resmi, pelepasan status daerah tertinggal itu ditandai dengan keluarnya Surat Keputusan (SK) Mentri Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Nomor 79 Tahun 2019 Tanggal 31 Juli 2019 tentang Penetapan Kabupaten Daerah Tertinggal yang Terentaskan Tahun 2015-2019.
Selama empat tahun berjalan sejak 2015, pemerintah pusat mengevaluasi dan turut mendorong memajukan daerah tertinggal. Pada SK Menteri PDTT itu disebutkan, selain Kabupaten Solsel, ada 62 kabupaten dari 122 daerah tertinggal di Indonesia yang mentas tahun ini.
Bupati Solsel, H. Muzni Zakaria menyebutkan, atas nama pemerintah daerah bersama seluruh masyarakat Solsel tentu merasa bangga dan bahagia luar biasa atas pencapaian tersebut.
Perjuangan panjang dalam melepas jerat status tertinggal oleh semua pihak sebut Bupati, pada akhirnya berbuah manis.
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh Tim Koordinasi Evaluasi Pusat dan Tim Pelaksana Daerah, Solsel ditetapkan terentaskan sebagai daerah tertinggal bersama daerah-daerah lainnya di Indonesia.
"Ini berkah yang sempurna. Pelengkap karunia Allah Swt, untuk Solsel. Setelah sebelumnya opini keuangan kita, sudah keluar dari disclaimer dan telah memperoleh penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam tiga tahun terakhir. Sekarang, kita pun lepas dari status daerah tertinggal," kata Muzni.
Pencapaian itu lanjut Bupati, tidak terlepas dari perjuangan pemerintah daerah dan dukungan dari pemerintah provinsi dan pusat. Tentu katanya, dukungan dan doa dari seluruh masyarakat Solsel.
Muzni optimistis, setelah lepas dari status kabupaten tertinggal, Solsel akan lebih mandiri dan maju. Selama tiga tahun ke depan daerah Sarantau Sasurambi itu terus mendapat pendampingan dari Kementerian Desa PDT dalam peningkatan SDM.
Daerah tertinggal sendiri merupakan suatu daerah dengan kabupaten yang masyarakat dan wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain. Berdasarkan analisis ketertinggalan Solsel dulunya, disebabkan oleh empat kriteria dan 10 indikator yang perlu diintervensi sebagai penyebab ketertinggalan.
Empat kriteria itu adalah Sumber Daya Manusia (SDM) tentang angka harapan hidup, kemampuan keuangan daerah, infrastruktur dan karakteristik Daerah. Angka harapan hidup dari kriteria SDM Solsel kala itu masih rendah dilihat dari aparatur medis yang terbatas.
Solusinya yang diupayakan Pemkab dengan menambah tenaga medis sesuai kebutuhan, menyediakan sarana kesehatan yang layak dan melahirkan program gerakan 1.000 jamban.
Untuk kemampuan keuangan daerah dilihat dari kapasitas Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) belum optimal daldam membiayai pembangunan, semua sektor sangat prioritas dan mendesak. Persentase Belanja Tidak Langsung kecil dari 50 persen dan persentase Belanja Langsung besar dari 50 persen.
Upaya yang dilakukan pemerintah dengan peningkatan Dana Transfer ke daerah dan dana APBN atau non APBD. Upaya lain yaitu, meningkatkan komunikasi dengan pelaku usaha terkait dana CSR dan sumbangan yang tidak mengikat. Kemudian, melibatkan Perguruan Tinggi dalam mengkaji potensi PAD dan komitmen didampingi oleh legislatif.
Kriteria infrastruktur pada kondisi saat tertinggal yaitu, banyak kondisi kerusakan pada jalan nasional dan provinsi, drainase yang tidak memadai dan beberapa daerah belum terlayani akses informasi. Solusi yang diupayakan Pemkab, menggenjot perbaikan jalan dengan dana APBN dan APBD Provinsi dan daerah, memperbaiki drainase dan menambah BTS pada blankspot area.
Memperjuangkan perubahan status jalan lintas Lubuk Selasih-Kerinci dari jalan provinsi ke nasional. Semenjak jadi jalan nasional, pemerintah pusat merespon serius dengan peningkatan pembangunannya tahun ini dengan alokasi anggaran Rp 170 M dan sedang berlangsung pengerjaan dengan target rampung akhir 2019.
Sedang, peningkatan jalan provinsi seperti jalan Abai-Sungai Dareh menuju Jalan Jalan Lintas Sumatera juga turut mendapat respon tahun ini, dengan dana sebanyak Rp 24 Miliar yang sudah ada pemenang tender. Lalu, Solsel juga mendapatkan anggaran lebih kurang Rp 33 M untuk peningkatan jalan provinsi Taluk Air Putih-Simpang PB via Tandai.
Sedangkan, karakteristik daerah pada kondisi saat tertinggal dipengaruhi karena banyaknya wilayah Solsel yang rawan bencana gempa, banjir, tanah longsor, desa dalam kawasan hutan lindung dan konflik desa. Sebab, Solsel berada pada zona patahan, terjadi penebangan kayu pada hulu sungai, pembangunan terkendala dalam zona kawasan hutan.
Solusi yang diupayakan Pemkab, mendukung dan melakukan program mitigasi bencana, pengamanan hutan dan hulu sungai dan rezonasi kawasan TNKS. Membangun sarana pengendali banjir dan sedimen sungai seperti pada proyek multiyears BWS V Batang Bangko dan Batang Suliti senilai Rp 110,3 M.
Untuk mitigasi konflik, Pemkab lewat Kesbangpol telah memprogramkan sosialisasi managemen penanganan konflik Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM). Peningkatan kemampuan komunitas, melahirkan program Satu Kebijakan Peta Satu dan berupaya mencegah konflik perbatasan.***