Berdasarkan penuturan Gemala Ranti, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar yang didampingi oleh Aprimas Kabid Warisan Budaya dan Bahasa Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat, sebenarnya Provinsi Sumbar mengusulkan 34 karya budaya, tapi hanya 8 karya budaya yang dapat disidangkan tahun ini, dimana 6 karya budaya disidangkan tanpa catatan dan 2 karya budaya disidangkan dengan catatan.
Delapan karya budaya yang diusulkan tersebut salah satunya adalah Pacu Itiak dari Kota Payakumbuh dengan maestro yang hadir N.A Dt. Rajo Endah didampingi oleh Riswandi, Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata Pemuda Dan Olahraga Kota Payakumbuh beserta beberapa orang stafnya.
Wawako Kota Payakumbuh Erwin Yunaz berharap dengan ditetapkannya Pacu Itiak ini sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia menjadikan kegiatan Pacu Itiak ini sebagai salah satu alat daya ungkit ekonomi masyarakat Kota Payakumbuh. Itu berarti juga Pacu Itiak sudah diakui secara nasional sebagai salah warisan budaya yang ada di Kota Payakumbuh Provinsi Sumatera Barat.
"Kedepan, berarti tugas kita adalah lebih menggiatkan kegiatan pelestarian untuk pacu itiak ini yang juga harus lebih bisa dikembangkan sehingga juga dapat meningkatkan taraf hidup dan ekonomi masyarakat baik itu pelaku dan peternak itiak khususnya itiak pacu," kata Erwin Yunaz.
Sekedar diketahui, sejarah, makna dan filosofi yang terkandung dalam kegiatan Pacu Itiak bermula dari sejarah di tahun 1926 seorang petani bernama Burahan yang memiliki Itiak, tepatnya di Nagari Air Tabik Kelurahan Sicincin Mudik, Kecamatan Payakumbuh Timur.
Merasa heran dengan Itiak yang dimilikinya yang bisa terbang, padahal Itiak ini adalah Itiak petelur. Burahan mencoba memperhatikan Itiaknya dari hari kehari, selalu suka terbang dan terbang. Lalu Burahan menceritakan tentang Itiaknya yang bisa terbang ke teman-temannya yang lain. Namun tak ada satupun yang percaya. Keesokan harinya Burahan mengajak temannya itu ke sawah untuk melihat Itiaknya, maka terlihatlah kawanan Itiak yang terbang dari sawah ke sawah. Setelah itu, mereka mencoba mengambil Itiak dan menerbangkannya dari atas bukit.
Terdapatlah beberapa beberapa perbedaan dari bentuk, jenis, dan ciri-ciri Itiak yang bisa terbang tersebut, setelah Burahan dan temannya mencoba mengambil jenis Itiak yang lain dan diterbangkan. Ternyata jenis Itiak lain tidak bisa terbang, selain Itiak petelur.
Timbullah ide dari Burahan untuk menerbangkan Itiak tidak lagi di sawah, melainkan di jalan perkampungan masyarakat, ternyata Itiak tetap bisa terbang dengan baik. Burahan dan temannya mencoba mengadakan Pacu Itiak seadanya lalu mengenalkan kemasyarakat tentang kegiatan ini, tepat pada tahun 1928 dari hasil uji coba pacu Itiak dari atas bukit, dan dari sawah kesawah lalu dibawa ke jalan besar, maka diadakanlah lomba Pacu Itiak pada acara-acara besar yang ada di nagari, seperti Alek Nagari, Pernikahan, Batagak Rumah Gadang, dan alek nagari lainnya yang di iringi dengan pantun-pantun adat dan gurindam. (Farhan)